by: Asfa Widiyanto
Turut mengamini doa saudara tercinta saya. Amin.
Seraya mengimbuhkan seuntai doa lain, “Ya Allah semoga Engkau menurunkan rahmat dan kasih sayangMu pada saudara-saudara kita di Palestina, semoga Engkau limpahkan pada mereka ketabahan dan kekuatan untuk membebaskan diri sehingga bisa hidup sebagaimana layaknya manusia. Ya Allah semoga Engkau turunkan juga rahmat dan kasih sayangMu pada saudara-saudara kita di Israel sehingga mereka mau menunjukkan dan mencurahkan kasih sayangnya yang tulus pada saudara-saudaranya di Palestina, seraya mengingat bahwasanya, “wa rahmati wasi´at kulla shay´” (Rahmat-Ku menjangkau dan meliputi segala sesuatu) (By the way, doa yang relatif utopis...tapi bukan berarti sama sekali mustahil-))
Allah Rahman! Allah Rahim! Allah Ra´uf! Allah Ghafur!
Terus terang dalam beberapa kasus saya lebih prefer mengumandangkan kata-kata tersebut, walau belum begitu pantas. Tapi lebih kurang pantas lagi kalo lidah saya meneriakkan secara heroik „Allah Akbar“, sementara salah satu implikasi dari kata itu saya lupakan yakni „ana asghar al-makhluqat“ (saya makhluk yang paling rendah) bzw. "ana awhan al-mawjudat" bzw. „ana ahqar al-khalaiq, qabil li al-nuqsan wa al-khataya“ (saya makhluk paling hina dina yang tidak luput dari kekurangan dan kealpaan).
Saya akan terima dengan senang hati, kalau ada yang mau meluangkan waktu memberikan tanggapan atas keterangan saya (al-ta´liqa ´ala al-ta´liqa), atau kemudian berupaya "mendekonstruksi" keterangan saya (tahafut al-ta´liqa). Dan proses dialektika seperti itu adalah wajar, kerana manusia penuh dengan keterbatasan dalam mencerap sebuah fenomena, seraya mengingat bahwa diri kita sangat rendah yang tak luput dari dosa dan kesalahan dan yang sebangsanya.
Waktu ngaji dulu, ketika masih kecil (sekarang dah tua, minimal "bermutu" (bermuka tua:))), sayup sayup masih terukir di benak saya, "ukhuwwah insaniyyah" atawa "ukhuwwah bashariyyah," yakni kita harus menghormati orang lain simply kerana mereka kebetulan ditakdirkan Allah untuk dilahirkan sebagai makhluk yang berjudul manusia. Walaupun jelas, salah satu yg harus lebih diutamakan seorang muslim adalah "ukhuwwah islamiyyah".
Kadang terlintas di benak saya, tidak ada ruginya bagi kita (dan inshaallah tidak berkurang pahala amal kebajikan kita) bila orang yg kebetulan saat ini berseberangan dengan kita, kemudian diluluhkan hatinya, untuk kemudian menunjukkan kasih sayangnya kepada kita dan mau menekankan harkat martabat manusia (die Würde des Menschen) tanpa kecuali seraya mengingat bahwasanya "wa rahmati wasi´at kulla shay´" (Rahmat-Ku menjangkau dan meliputi segala sesuatu) (lagi-lagi harapan seperti ini, bisa dipahami sementara orang sebagai "utopis").
14 years ago
makasih pada pak taufiq, bu nur, pak elan, farid, riva, dan saudara-saudara tercinta lain yang telah turut menginspirasikan munculnya tulisan ini.
ReplyDelete