Friday 10 April 2009

Bahkan Kapas yang Berterbangan Pun Mendapat Rahmat-Nya

by: Asfa Widiyanto

Jika kita menengok khazanah klasik Islam, kita mungkin menjumpai bahwa salah satu kategori jiwa yang utama adalah "jiwa yang senantiasa dipenuhi dengan rahmat-Nya" (al-nafs al-rahmani). Jiwa kategori ini merupakan "wadah" yang memantulkan (dengan kadar yang relatif tinggi) akan sifat Allah yang Maha Pengasih (al-Rahman). Makhluk yang dianugerahi Allah dengan kondisi jiwa semacam itu akan lebih mengedepankan "positive thinking" daripada "negative thinking", perasangka baik daripada prasangka buruk. Bahkan dia dengan senang hati mendoakan orang yang berseberangan dengan dia, seraya menyadari bahwa orang yang berseberangan itu juga layak mendapat rahmat-Nya sehingga selalu tertuntun ke arah kebaikan.

Makhluk yang berjiwa rahmani ini juga menyadari bahwa kekerasan atas nama apapun kurang bisa diterima, baik atas nama stabilitas politik, atas nama paham keagamaan tertentu atawa atas nama pembersihan etnis. Semua kekerasan itu berpangkal pada asumsi bahwa "kita diperkenankan dan berhak melakukan kekerasan pada makhluk yang ditakdirkan Allah untuk berbeda dengan kita." Atau dengan kata lain, kita berpandangan bahwa, “mereka kurang layak menyandang status manusia (less human than us)".

Makhluk berjiwa rahmani tadi juga menyadari bahwasanya, “wa rahmati wasi´at kulla shay´(Rahmat-Ku menjangkau dan meliputi segala sesuatu)”. Kalimat tersebut menandaskan bahwa rahmat Allah itu sangat luas, tidak terbatas, dan meliputi segala sesuatu di alam semesta, termasuk antara lain pada saudara-saudara kita yang berbeda keyakinan, yang sementara ini berseberangan dengan kita. Bahkan dilukiskan bahwa kapas yang berhamburan tertiup angin pun mendapatkan rahmat Allah. Salah satu pengejawantahan dari ajaran Islam, yang bertujuan memberikan rahmat pada sekalian alam, adalah sebuah hadith yang mengisahkan seseorang yang diperkenankan Allah untuk masuk surga karena telah memberi minuman pada anjing yang kehausan. Bahkan dikisahkan anjing milik Ashab al-Kahf (sekelompok pemuda taat yang tertidur di gua) pun diperkenankan masuk surga (yang merupakan manifestasi rahmat Allah).

Kembali pada kalimat tadi, yakni bahwa rahmat Allah meliputi menjangkau dan meliputi segala sesuatu, walau dengan kadar yang berbeda-beda. Dari premis ini, ada sementara orang yang menyatakan bahwa iblis (dan anak keturunannya) pun turut "menerima" dan "merasakan" rahmat Allah. Dikisahkan, iblis dinyatakan dilaknat oleh Allah karena tidak bersedia pasrah secara total pada kehendak Allah. Namun di sisi lain, iblis juga "dikaruniai" rahmat-Nya (walau dengan kadar dan intensitas yang jauh berbeda dengan rahmat yang diterima insan yang beriman), misalnya, dengan dikaruniai hak dan kesempatan hidup hingga hari akhir. Karena rahmat yang relatif sedikit itu, sementara yang dominan adalah laknat, maka iblis sering dilabeli dengan "ar-rajim" atawa "al-mal'un" (yang terlaknat), dan sering diasosiasikan dengan kejahatan bahkan "akar segala kejahatan" (the origin of all evils).

Ini juga mengingatkan penulis pada persoalan yang diperdebatkan para teolog semacam "mengapa Allah menciptakan kejahatan, iblis dan sebangsanya, kalau memang Dia menghendaki kebaikan dan Dia sendiri adalah Maha Baik". Mungkin persoalan yang cukup pelik (dan kiranya tidak perlu saya sampaikan panjang lebar di sini) ini bisa kita pahami secara lebih sederhana (walau tidak mesti berarti "menyederhanakan" persoalan) dengan menyadari bahwa hidup di alam semesta ini, sering ditamsilkan sebagai ujian, cobaan, atawa "learning process". Dan tentunya kesetiaan kita terhadap kebenaran dan kebaikan akan dihargai oleh Allah, yang Maha Benar dan Maha Baik, dengan mendapatkan limpahan kasih sayang-Nya di dunia dan di hari kelak, insha'allah. Dan yang lebih penting dari itu adalah menjadikan Allah semoga satu-satunya tujuan, seraya hanya mengharap ridha-Nya, sebagaimana ungkapan yang sering diucapkan oleh para 'ulama', "Ilahi anta maqsudi, wa ridhaka matlubi" (Wahai Tuhanku, cuma Engkau satu-satunya tujuan, dan hanya ridha-Mu yang aku harapkan).

No comments:

Post a Comment