Tuesday 7 April 2009

"Golput? Makanan Apa Itu?": Makhluk yang (“Dikutuk” dan) Tidak Dikehendaki Keberadaannya Itu

by: Asfa Widiyanto

Seorang dukun bayi (yang inshaallah kecerdasannya relatif di atas rata-rata, bahkan dari rata-rata orang yang "menenggelamkan" diri dalam politik praktis-))) berusaha mengumpulkan informasi dari berbagai sumber (nguping sana-sini), termasuk antara lain dari internit (dunianya si maya), kolega, rekan kerja dan sahabatnya semacam tukang pijat, penjual mie ayam, penjual soto dan sebangsanya. Dari informasi itu dia "berfatwa": “jika memakai pendekatan fenomenologis, sosiologis dan sebangsanya, golput minimal bisa diklasifikasikan menjadi enam macam”:
a. 'Golput jenuh', yang tidak mau lagi memikirkan politik, karena sudah puas dengan keadaan atau juga sebaliknya, karena putus asa, alias “mutung”. Jadi golput di sini adalah kepanjangan dari golongan putus asa.
b. 'Golput angkuh', yang merasa diri begitu suci dan luhur hingga harus berada di atas semua pihak. “In Golput We Trust!!!”, begitu semboyan mereka.
c. 'Golput ampuh' , `golput' yang merupakan isyarat yang penting dan berguna bagi para politisi: sebagai sebuah aksi politik, sebuah protes terhadap penyelenggaraan pemilu dan perilaku para politisi. Mereka mengklaim bahwa ini sebuah suara yang menuntut perbaikan.
d . 'Golput misuh-misuh', yaitu orang-orang yang memilih golput sambil misuh-misuh karena calonnya yg digadang-gadang tidak katut (tidak masuk dalam daftar).
e. `Golput keruh' atawa ´golput mbah mbuh´, yang tidak pergi ke TPS karena bingung, kekurangan informasi, jadi tidak nyontreng. Ketika salah seorang teman menanyakan pada mereka, "Kamu golput ya, kok tidak ikut ke TPS?". Dia menjawab dengan entengnya, "Golput? makanan apa itu? TPS? makhluk macam mana pula itu?". Kata seorang tukang pijat, "Kita harus berpikir positif bahwa kelompok ini juga warga negara Indonesia, yang, dari satu sisi, belum bernasib baik antara lain karena belum mendapatkan pendidikan politik secara memadai".
f. ´Golput bete`, yang tidak mau nyontreng karena bete dengan lembaga tertentu. Kelompok ini tidak habis pikir (mungkin karena keterbatasan pikiran mereka, namanya juga manusia), “hak kok bisa jadi kewajiban, pertanda zaman apa pula ini.” Mereka sudah berpikir dengan keras, menyempatkan diri untuk membaca khazanah pemikiran politik dari zaman Yunani klasik sampai masa kontemporer, tapi masih belum ketemu juga. Mereka melihat golput sebagai bagian tak terelakkan dari proses demokrasi, namun kemudian (´dikutuk´ dan) tidak kehendaki keberadaannya oleh sementara orang, dan kadang diperlakukan layaknya 'anak haram' demokrasi. Malang nian nasibmu nak golput. Kelihatannya bukan salah bunda mengandung. Sementara orang berujar, “Kalau kita dianugerahkan Allah kepandaian, alangkah baiknya bila kepintaran kita itu tidak digunakan untuk membodohi orang lain. Kalau kita bodoh, ya sebaiknya tidak mengajak orang lain ikut-ikutan bodoh, atau dengan kata lain, jangan menular-nularkan kebodohan dan kesempitan berpikir kita pada orang lain. Kita harus berupaya agar beban negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa tidak semakin berat.”

Di akhir perbincangan, dukun bayi itu berujar, “Terus terang saya tidak golput, tapi saya tidak membenci bahkan bisa memahami saudara-saudara kita yang ´golput´. Saya berusaha berpikir positif, inshaallah tidak berkurang pahala amal kebajikan saya bila saya berempati pada semua orang termasuk yang memilih golput dan yang mengharamkan golput. Semoga Allah memberkati kita semua agar senantiasa tertuntun pada kebaikan. Amin.”

4 comments:

  1. trims pada donny, pak azis, bu evi yg jg turut menginspirasikan munculnya blog ini

    ReplyDelete
  2. trims pada nasikhun, nur aris, agung, musarmadan, amin, kisbiy yg dg cara mereka masing2 turut mengilhami munculnya tulisan ini.

    ReplyDelete
  3. bebek pinggir kali8 April 2009 at 16:37

    kira kira yang golput krn tidak kebagian kartu pemilih krn pak RT nya lupa bahwa ada warganya satu yg masih ngelayap itu masuk golput yang mana ya pak?

    ReplyDelete
  4. itu masuk kategori sendiri. ada jg yg tdk nyontreng, spt kata ida fitri,krn tdk terdaftar,krn ngawurnya birokrasi kita,maka dinamakan golput birokrasi. ada jg golput sistem, krn kaget dari sistem coblosan ke contrengan. itu sekedar tambahan keterangan, buat den ayune bebek

    ReplyDelete